Waktu begitu cepat berlalu, hari berganti hari, minggu demi minggu telah berlalu, bulan demi bulan hingga tak terasa Ramadhan pun datang. Insya Allah sebentar lagi kita akan menyambut datangnya bulan Ramadhan. Bulan yang senantiasa ditunggu – tunggu oleh orang beriman. Bulan Ramadhan merupakan bulan istimewa untuk orang beriman. Karena Allah sendiri yang memanggil orang-orang yang beriman untuk berpuasa dan beribadah di bulan Ramadhan.
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Q.S al-Baqarah : 183)
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berhijrah ke Madinah dan menjadi negeri Islam, maka syariat mulai turun dan berkelanjutan. Pada ayat-ayat sebelumnya telah disebutkan hukum mengenai qishash, wasiat, dan muraqabatullah dalam melaksanakan hukum-hukum tersebut. Lantas di antara hal yang dapat mewujudkan ketakwaan seorang muslim adalah dengan berpuasa. Maka Allah Ta’ala menurunkan kewajiban puasa pada tahun kedua hijriah, seraya menyeru umat muslim dengan label keimanan, “Wahai orang-orang yang beriman” dan memberitahukan mereka bahwa Dia mewajibkan puasa kepada mereka, sebagaimana telah diwajibkan kepada umat-umat sebelumnya “diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada umat-umat sebelum kalian”. Lantas Allah Ta’ala menyebutkan alasan turunnya kewajiban itu dengan firman Nya “Agar kalian bertakwa” yaitu menyiapkan kalian agar bertakwa dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, karena dalam ibadah puasa terdapat pengawasan dari Allah Ta’ala.
Kalau yang dimaksud ayat diatas puasa untuk orang beriman, lantas bagaimana dengan manusia muslim pada umumnya?
Jika kita perhatikan dengan cermat, secara garis besar ada tiga kelompok sikap manusia dalam menyambut bulan Ramadhan. Pertama, dengan sikap gembira. Kedua, dengan sikap biasa. Ketiga dengan sikap merasa susah dan berat.
- Mereka bergembira menyambut bulan ramadhan, karena bersyukur dapat berjumpa dengan bulan yang ditunggu-tunggu oleh semua orang beriman. Mereka sadar dan dengan penuh keyakinan bahwa bulan Ramadhan adalah kesempatan untuk meningkatkan iman dan takwa. Melipat gandakan amal untuk mendapat pahala dan meraih syurga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(عَلَيْكَ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَا عِدْلَ لَهُ ﴿رواه النسائي
“Puasalah, karena sesungguhnya tidak ada (pahala ibadah) yang menyamai puasa” (HR. an-Nasa’i)
Orang-orang beriman merasa gembira dengan sampainya umur mereka pada bulan Ramadhan, karena itu merupakan karunia Allah yang patut disyukuri dengan meningkatkan amal kebaikan. Allah Ta’ala berfirman : “Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” (Q.S Yunus : 58)
- Ada kelompok yang bersikap biasa-biasa saja dengan datangnya bulan Ramadhan. Kelompok seperti ini adalah mereka yang tidak memiliki pengaruh sama sekali dengan datangnya bulan Ramadhan. Datang atau tidaknya bulan Ramadhan tidak mempengaruhi semangat dan kualitas ibadahnya.
Seharusnya seorang muslim hendaknya khawatir akan dirinya jika tidak ada perasaan gembira akan datangnya Ramadhan. Mereka merasa biasa-biasa saja dan tidak ada yang istimewa. Hal ini bisa jadi ia terluput dari kebaikan yang banyak.
Sikap seperti itu merupakan sikap orang munafik, sama halnya dengan melakukan ibadah yang lainnya seperti shalat misalnya, orang yang munafik akan melakukannya dalam keadaan bermalas-malasan. Yang penting sudah gugur kewajiban. Seperti yang dijelaskan di dalam Alquran tentang shalatnya orang munafik : “Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali” (QS. An-Nisaa’: 142).
- Kelompok terakhir merasa susah dan berat dengan tibanya bulan Ramadhan. Mereka adalah orang-orang yang kesehariannya terbiasa dengan perbuatan-perbuatan maksiat dan bernilai dosa. Mereka khawatir dengan datangnya bulan Ramadhan, usaha mereka akan terganggu. Dan yang sangat mengherankan, perbuatan itu dilakukan oleh mereka yang mengaku beragama Islam.
Sebagai orang Islam yang beriman, maka hendaknya kita harus terus berusaha memperbaiki diri kita agar lebih baik lagi dan terhindar dari dua sikap kelompok yang terakhir. Agar terhindar dari sikap kelompok kedua dan ketiga dalam menyambut bulan Ramadan, sebaiknya menyiapkan diri sebelum tiba kedatangannya. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan sebagai persiapan menyambut Ramadan :
Pertama : Persiapan Mental. Pilar utama dalam beribadah adalah niat. Karena niat akan memunculkan semangat dan ketahanan seorang muslim dalam mengerjakan ibadah. Dan secara psikologis niat sangat membantu amal yang akan dilakukan dan memberikan dampak yang sangat positif.
Bulan Ramadhan merupakan bulan penuh dengan kegiatan ibadah yang dilakukan orang-orang beriman. Oleh karena itu, untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan, umat muslim harus mempersiapkan mental. Persiapan mental untuk puasa dan ibadah lainnya sangat penting. Apalagi, saat menjelang hari-hari terakhir Ramadhan, karena tarikan keluarga yang ingin belanja mempersiapkan hari raya, pulang kampung dan lain-lain, sangat memengaruhi seorang muslim dalam menunaikan kekhusu’an ibadah Ramadhan.
Tanpa persiapan mental yang prima, maka orang-orang yang beriman akan cepat loyo dalam beribadah, bahkan bisa meninggalkan sebagian ibadah sama sekali. Kesuksesan ibadah Ramadhan seorang muslim dilihat sampai akhirnya. Jika sampai akhir Ramadhan selalu diisi dengan ibadah-ibadah dan bertaqarrub kepada Allah Ta’ala, maka insya Allah dia termasuk yang sukses dalam melaksanakan ibadah Ramadhan.
Kedua : Persiapan Spiritual. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mencontohkan kepada umatnya dengan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, sebagaimana yang diriwayatkan ‘Aisyah ra.
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُوْمُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ. فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa, sampai kami katakan bahwa beliau tidak berbuka. Beliau pun berbuka sampai kami katakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Syaban.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Imam an-Nawawi rahimahullah menuturkan bahwa para ulama mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menyempurnakan berpuasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan agar tidak disangka puasa selain Ramadhan adalah wajib.
Sedangkan persiapan spiritual lainnya, dapat dilakukan dengan memperbanyak ibadah, seperti memperbanyak membaca Al-Qur’an, saum sunnah, dzikir, do’a dan lain-lain.
Ketiga : Persiapa Intelektual. Agar puasa kita bernilai tinggi disisi Allah Ta’ala, maka kita harus membekali diri kita dengan ilmu. Begitupun dalam menghadapi bulan Ramadhan, kita harus mempersiapkan diri dengan banyak belajar dan mendalami ilmu tentang ibadah Ramadhan dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Karena puasa orang yang berilmu berbeda dengan puasanya orang tanpa ilmu. Allah Ta’ala berfirman : “…Katakanlah, Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?…” (QS. Az-Zumar : 9)
Di dalam tafsir as-Sa’di diterangkan : “Sesungguhnya orang yang dapat mengambil pelajaran” ketika diberi pelajaran, “hanyalah orang-orang yang mempunyai akal,” yakni, orang-orang yang mempunyai akal bersih lagi cerdas. Merekalah orang-orang yang lebih mengutamakan yang bernilai tinggi daripada yang bernilai rendah; mereka lebih mengutamakan ilmu daripada kebodohan; ketaatan kepada Allah daripada menyalahi-Nya, sebab mereka mempunyai akal yang membimbing mereka untuk melihat akhir akibat (semua perbuatan). Berbeda dengan orang yang tidak mempunyai akal dan nurani, ia menjadikan hawa nafsunya sebagai sembahannya.
Banyak orang berpuasa tidak menghasilan kecuali lapar dan dahaga. Hal ini dilakukan karena puasanya tidak dilandasi dengan ilmu yang cukup. Seorang yang beramal tanpa ilmu, tidak menghasilkan kecuali kesia-siaan belaka. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda ,
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. ath-Thabrani)
Keempat : Persiapan Fisik dan Materi. Diantara yang harus dipersiapkan umat muslim menyambut Ramadhan, adalah persiapan fisik dan materi. Seorang muslim tidak mampu berbuat maksimal dalam berpuasa jika fisiknya sakit. Karena itu, umat muslim dituntut menjaga kesehatan fisik, kebersihan rumah, masjid dan lingkungan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mencontohkan kepada umat agar selama berpuasa tetap memperhatikan kesehatan. Contohnya seperti, senantiasa bersiwak (gosok gigi – khususnya sesudah makan), memperhatikan penampilan (sebagaimana pernah siwasiatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada sahabat Abdullah bin Mas’ud ra.), dan berobat dengan berbekam (al-Hijamah).
Sarana penunjang lain yang harus dipersiapkan adalah materi yang halal, untuk bekal ibadah Ramadhan. Sehingga ketika datang bulan Ramadhan, kita dapat beribadah secara khusu’ dan tidak berlebihan dalam mencari harta di bulan Ramadhan sehingga mengganggu kekhusyu’an ibadah ramadhan.
Sebagai penutup…….
Wahai para hamba Allah ! pergunakan dengan baik kesempatan waktu yang berharga. Tingkatkan amal shalih yang kelak menjadi saksi terhadap dirimu di hadapan Allah Ta’ala. Hari-hari akan cepat berlalu, sementara kau belum ta’at pada Ilahi Rabbi. Apalah guna tangisan orang yang menyia-nyiakan bulan Ramadhan, selain musibah yang akan menimpa. Bulan Ramadhan begitu cepat tiba dan berlalu, tak ada waktu untuk berleha-leha selalu. Semoga para tawanan dosa masih dapat terbebas dengan rahmat Allah Ta’ala yang sangat luas. Amin ya Rabb.
Daya Bangun Harjo, Ahad, 17 Sya’ban 1443 H
Al Ustadz Asep Subandi Al Bantani