Kolom Ustadz

Predikat Muslim, Mukmin dan Muhsin serta Korelasinya

Bagi pemeluk agama Islam umumnya disebut sebagai muslim, selain sebutan tersebut ada yang namanya mukmin dan muhsin. Di masyarakat, yang paling umum dan banyak kita dengar yaitu kata muslim, yang kedua mukmin dan yang jarang terdengar kata muhsin. Dewasa ini, kata muhsin sering terdengar pada saat pengumuman dari bagian ta’mir (pengurus) di masjid melaporkan kondisi keuangan infak dari para muhsinin. Timbul pertanyaan, semudah itukah predikat muhsin didapat, bagaimana bila yang infak orangnya jarang shalat atau meninggalkan hal yang wajib lainnya, tepatkah mendapatkan predikat tersebut?

Lain halnya dengan predikat muslim, predikat tersebut secara otomatis melekat kepada orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat. Terlepas apakah di kemudian hari orang tersebut benar-benar menjadi muslim sesuai dengan aturan syari’at atau hanya sekedar muslim KTP. Untuk predikat mukmin dan muhsin memang tidak semudah predikat muslim. Sekilas, mukmin bisa kita lihat dari ciri dan sifatnya, begitupun seorang muhsin akan terlihat dari tabiat atau perangainya dalam bersikap.

Agar lebih jelas dan paham tentang predikat muslim, mukmin dan muhsin, maka perlu kiranya kita bahas secara makna dan perspektif al-Qur’an serta Hadits.

Makna Muslim, Mukmin dan Muhsin

Secara etimologi akar kata muslim berasal dari salima-yaslamu yang artinya selamat, sentosa. Kemudian masuk kepada pola aslama, yuslimu, islâman dan isim fa’ilnya muslim yang memiliki arti tunduk, patuh dan beragama Islam. Dalam terminologi yang berlaku umum, muslim yaitu orang yang memeluk agama Islam dengan dimulai mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai tali ikatan antara Allah dan hamba-Nya. Persaksian inilah yang menjadikan seseorang bisa mendapatkan predikat muslim dengan segala konsekuensinya. Secara filosofis, muslim berkaitan erat dengan ajaran-ajaran agama Islam yang dilakukan dalam bentuk ibadah secara rutin dalam kehidupan sehari-hari, misalnya shalat, puasa, zakat, haji dan ibadah-ibadah lainnya yang telah ditentukan oleh Allah serta risalah yang dibawa Nabi-Nya.

Adapun mukmin bentuk tranlasi dari mu’min yang berasal dari bahasa Arab yang berakar dari kata amuna-ya’munu-amanatan yang memiliki arti kepercayaan, lurus, jujur, setia. Kata mukmin isim fa’il dari kata âman-yu’minu-îmânan yang berarti beriman, percaya. Di dalam kamus besar bahasa Indonesia mukmin yaitu orang yang beriman kepada Allah Ta’ala. Dalam istilah syara’ mukmin adalah orang yang membenarkan dengan hati, mengakui dengan lisan dan mengamalkan segala aturan-aturan baik dalam bentuk perintah maupun larangan yang datangnya dari Allah dan Rasul-Nya.

Sedangkan kata muhsin dalam bahasa Arab akar katanya berasal dari hasuna-yahsunu-husnan yang memiliki arti baik, bagus. Dan muhsin bentuk fa’il dari kata ahsana-yuhsinu yang memiliki arti membaguskan atau memperbaiki. Dalam terminologi, kata muhsin adalah orang Islam yang memiliki keteguhan iman yang tinggi sehingga berprilaku baik. Prilaku baik ditujukan kepada Allah dan kepada manusia. KH. Edy Sunari memaknai muhsin sebagai orang yang aktif berbuat baik, bukan hanya baik secara personal tetapi juga memperbaiki keadaan sekitarnya. Seseorang bisa dikatakan muhsin, harus tertib artinya melewati tahapan sebagai muslim kemudian mukmin dan baru bisa meraih predikat muhsin. Sepintas terlihat sederhana tahapannya, namun faktanya tidak semua orang bisa mencapai predikat muhsin. Karena orang yang muhsin merupakan orang-orang yang zuhud dan melaksanakan semua aturan-aturan Allah dan Rasul-Nya dengan penuh keimanan. Semua yang dilakukannya bernilai ibadah kepada Allah Ta’ala, bukan hanya yang wajib dan yang sunnah bahkan setiap geraknya beroleh pahala.

Predikat Muslim, Mukmin dan Muhsin dalam Perspektif al-Qur’an dan Hadits

Di dalam al-Qur’an, kata muslim dalam bentuk mufrad disebutkan 3 kali, dalam bentuk mutsanna atau ganda disebutkan 1 kali, dan dalam bentuk jamak disebutkan sebanyak 37 kali. Muslim berarti tunduk patuh (QS. al-Baqarah: 128, 133, 136), berserah diri (QS. Ali Imran: 52, 64, 67, QS. al-A’raf: 126, QS. Yunus: 72, 84) dan di surat serta ayat-ayat yang lainnya. Artinya, sebagai muslim harus tunduk, patuh dan berserah diri kepeda Allah Ta’ala setelah menerima dan mengikrarkan Islam sebagai agamanya dengan menucapkan dua kalimat syahadat. Ringkasnya, kata muslim di dalam al-Qur’an disematkan kepada para Nabi dan pengikutnya, mereka itulah orang yang bersungguh-sungguh dalam menjalankan agama Islam.

Kata mukmin di dalam al-Qur’an ditemukan dalam bentuk mufrad kurang lebih 28 kali, dan dalam bentuk jamak disebutkan ± 198 kali. Konsep mukmin di dalam al-Qur’an menyangkut banyak hal, seorang mukmin harus mampu memanifestasikan iman, menghadirkan di dalam hati dan mengikrarkan dengan lisan. Keimanan bukan hanya sekedar menjadi pengetahuan, tetapi harus melakukan segala hal dengan dorongan hati. Hal ini tergambar di dalam firman Allah Ta’ala: “Orang-orang Arab Badui itu berkata, Kami telah beriman. Katakanlah (kepada mereka), Kamu belum beriman, tetapi katakanlah, Kami telah tunduk, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu, dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Dia tidak akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah; mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. al-Hujurat: 14-15)

Dari makna ayat ini dapat disimpulkan bahwa iman itu pengertiannya lebih khusus daripada Islam, sebagaimana yang dikatakan oleh mazhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Orang-orang Arab Badui yang disebutkan dalam ayat ini menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang muslim, tetapi iman masih belum meresap ke dalam hati mereka. Ketika mereka mengakui bahwa dirinya telah mencapai suatu tingkatan yang pada hakikatnya mereka masih belum mencapainya, maka diberi-Nyalah mereka pelajaran etika. Pengertian inilah yang dimaksudkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu.

Sedangkan kata muhsin di dalam al-Qur’an disebutkan dalam bentuk mufrad kurang lebih 4 kali, dan dalam bentuk jamak disebutkan ± 35 kali. Berdasarkan penelusuran dari rincian ayat-ayat al-Qur’an penggunaan kata muhsin merujuk kepada kata kunci “orang yang berbuat baik” dengan persyaratan yang tidak mudah, yaitu harus didasari dengan keyakinan dan kepatuhan. Dalam hal ini, yakin berarti keimanan dan patuh atau tunduk berarti islam. Dilihat dari parameter ontologis predikat muhsin mengarah kepada sosok pribadi yang selalu melakukan kebaikan, berada dalam koridor kebaikan dan konsisten dalam menegakkan kebaikan. Sosok pribadi tersebut tercover dalam diri para Nabi dan Rasul serta orang-orang yang senantiasa beramal shaleh dengan penuh keimanan.

Kata muslim, mukmin dan muhsin tercermin di dalam hadits yang diriwayatkan dari Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu beliau berkata: “Ketika kami sedang duduk-duduk di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada suatu hari, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju sangat putih dan rambutnya sangat hitam. Tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi, lalu menempelkan kedua lututnya pada kedua lutut beliau, meletakkan kedua tangannya diatas kedua pahanya sendiri, lalu berkata, Wahai Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Islam. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada ilah (yang berhak diibadahi) selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan pergi haji jika mampu. Kemudian ia berkata, anda benar. Kami semua heran, dia yang bertanya dia yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi, Beritahukan kepadaku tentang iman. Lalu beliau bersabda, Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk. Kemudian ia berkata, anda benar. Kemudian dia berkata lagi, beritahukan aku tentang ihsan. Lalu beliau bersabda, Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau meelihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya maka Dia melihat engkau. Kemudian dia berkata, beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan terjadinya). Beliau bersabda, yang ditanya lebih tahu dari yang bertanya. Dia berkata, beritahukan aku tentang tanda-tandanya. Beliau bersabda, Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya. Kemudia orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya, Wahai Umar, tahukah engkau siapa yang bertanya? Aku berkata, Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. Beliau bersabda, Dia adalah Jibril yang dating kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian.” (HR. Muslim, at-Tirmidzi dan an-Nasa’i)

Konteks hadits di atas menerangkan bahwa muslim yaitu bagi orang yang melaksanakan rukun islam. Adapun mukmin yaitu orang yang yakin kepada rukun iman beserta cabang-cabangnya. Sedangkan muhsin yaitu orang yang beribadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya, kalaupun tidak bisa melihat-Nya sesungguhnya Allah telah melihat setiap apa yang dilakukan manusia.

Ibnu Daqiq al-Id berkata, ini adalah hadits yang sangat agung, karena mencakup semua fungsi perbuatan, baik yang sifatnya lahiriyah maupun batiniyah. Semua ilmu syara’ bersumber dan tercabang darinya, karena hadits ini mencakup seluruh ilmu sunnah.

Korelasi Muslim, Mukmin dan Muhsin

Dari keterangan di atas, tampak bahwa muslim itu orang yang menjalankan rukun Islam. Dan mukmin yaitu orang yang melakukan amalan-amalan dengan penuh keyakinan. Dan muhsin adalah orang yang setiap geraknya merasa diawasi oleh Allah Ta’ala sehingga tidak ada kesempatan untuk melakukan kemaksiatan dalam bentuk apapun. Para ulama menerangkan bahwa tingkatan dalam agama Islam yaitu berislam, beriman dan berihsan.

Sebagaimana kita ketahui bahwa Islam dan Iman adalah dua hakikat yang saling menjelaskan satu sama lain, baik itu secara Bahasa maupun syara’ dan ini merupakan pokok dari nama-nama yang berbeda. Terkadang istilah syara’ bermakna luas sehingga memasukkan yang satu pada yang lainnya. Tidaklah disebut iman tanpa islam, seperti tidak disebut islam tanpa iman, karena keduanya saling berkaitan. Oleh karena itu, haruslah iman dengan hati dan melaksanakannya dengan seluruh anggota badan. Ihsan dalam pengertian lain disebut ikhlas dan sunngguh-sungguh, yaitu ikhlas dalam melaksanakan ibadah karena Allah saja dan melaksanakannya dengan sungguh-sungguh.

Jadi, muslim, mukmin dan muhsin saling keterkaitan, karena seorang muslim dalam melaksanakan ibadah harus dengan penuh keyakinan dan didasari dengan keiklasan serta sungguh-sungguh dalam menjalankan ibadahnya.

Penutup

Mengutip firman Allah Ta’ala surat Ali Imran ayat 102 yang artinya “….dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan muslim.” Maknanya, peliharalah Islam dalam diri kalian sewaktu kalian sehat agar kalian nanti mati dalam keadaan beragama Islam.

Dan juga mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.  Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: “Barang siapa yang suka bila dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka hendaklah di saat kematian menyusulnya ia dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hendaklah ia memberikan kepada orang lain apa yang ia sukai bila diberikan kepada dirinya sendiri.” Itulah orang mukmin, hatinya membenarkan ayat-ayat Allah dan mengerjakan amal-amal shaleh sesuai dengan petunjuk-Nya.

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan, dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. al-An’am: 82)

Mereka adalah orang-orang yang memurnikan ibadah hanya kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan mereka tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Mereka adalah orang-orang yang mendapat keamanan pada hari kiamat, dan merekalah orang-orang yang mendapat hidayah di dunia dan akhirat.

Daya Bangun Harjo, Kamis, 26 Januari 2023/ 4 Rajab 1444 H.

Al- Ustadz Asep Subandi Al-Bantani

PMDA

Official Admin website Pondok Modern Daarul Abroor. Pesantren Mu'adalah Mu'allimin pertama di Sumatera Selatan. Jenjang KMI setara MTs dan Aliyah dengan durasi Pendidikan 4 dan 6 tahun.

Informasi Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button