pmda,id. Tirtaharja- Ketika telah terjadi peristiwa Isra’ Mi’raj, kampung-kampung di tanah Arab membentengi diri dari ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebab, mereka mendengar kaum Quraisy mengatakan bahwa beliau adalah pembohong, penyihir, dukun, penya’ir, serta berbagai tuduhan dusta lainnya. Para penduduk kampung yang tidak mengetahui duduk persoalannya, tentu akan mendengarkan tuduhan-tuduhan tersebut. Adapun orang-orang yang bijak, ketika mereka mendengarkan ucapan beliau dan memahaminya dengan baik, mereka bersaksi bahwa apa yang disampaikan beliau adalah benar. Justru kaum Quraisy lah yang telah memfitnah beliau.
Peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan perjalanan heroik dalam menempuh kesempurnaan dunia spiritual. Tetapi peristiwa tersebut diperselisihkan, ada yang berpendapat bahwa peristiwa tersebut terjadi dalam mimpi. Ada yang berpendapat bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Isra’ Miraj-kan dalam keadaan sadar. Bahkan ada yang meneliti peristiwa isra’ mi’raj dengan sains, walaupun akhirnya tidak ada hasilnya, karena isra’ itu menembus dimensi waktu dan mi’raj menembus dimensi ruang menuju ke dimensi yang lebih tinggi, yaitu immaterial atau gaib. Artinya tidak bisa diukur dan dikomparasikan dengan sains, apalagi sains berbasis barat sekuler.
Disebutkan bahwa, mengenai kisah Isra’ ada golongan orang menjadi murtad dari agama yang hak setelah mendengar kisah ini, karena kisah ini tidak dapat diterima oleh hati dan akal mereka, maka mereka mendustakannya. Akan tetapi, Allah menjadikan kisah ini sebagai kekokohan iman dan keyakinan sebagian manusia lainnya.
Isra’ Mi’raj merupakan salah-satu peristiwa yang wajib diyakini oleh orang Islam. Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi menyebutkan bahwa tidak memercayai adanya isra’ bisa menyebabkan seseorang kafir atau keluar dari agama Islam. Sedangkan apabila tidak memercayai peristiwa mi’raj bisa menyebabkan seseorang berstatus fasiq. Sebagai muslim tentu percaya dengan terjadinya isra’ dan mi’raj, namun terjadinya melalui mimpi atau dalam keadaan sadar dengan jasad dan ruh itu lah yang diperselisihkan. Untuk menepis keraguan, maka perlu kita membahasnya secara komprehensif.
Penulis akan memulai pembahasan ini dengan surat al-Isra’ ayat 1. Allah Ta’ala berfirman yang artinya “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Istilah hamba adalah kalimat yang mengandung makna jasad dan ruh. Sebagaimana manusia, adalah gabungan dari fisik dan ruh. Inilah yang dikenal secara mutlak. Inilah pendapat yang benar. Maka, Isra’ terjadi dengan kedua unsur tersebut. Hal itu tidak terhalang secara logika.
Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya, Kemudian orang-orang berbeda pendapat, apakah Isra’ Miraj terjadi dengan fisik beliau dan ruhnya atau dengan ruh saja? Mayoritas ulama berpendapat bahwa peristiwa itu terjadi dengan fisik dan ruhnya dan dalam keadaan sadar, bukan mimpi.
Al-Qurthubi di dalam kitab tafsirnya menerangkan, mayoritas kalangan salaf dan dan kaum muslimin berpendapat bahwa isra’ dengan jasad dan dalam keadaan terjaga. Dengan menunggang burqa dari Makkah ke Baitul Maqdis, lalu shalat di dalamnya kemudian diperjalankan dengan jasadnya.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di dalam kitab Tafsir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan mengatakan, ayat ini menunjukkan bahwasanya peristiwa Isra’ dan Mi’raj berlangsung dengan ruh dan jasad Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sekaligus. Karena jika tidak demikian, maka kejadian ini bukanlah termasuk tanda kebesaran yang besar dan keistimewaan yang agung.
Syaikh Wahbah az-Zuhaili di dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam secara jasad dan ruh pada sebagian malam sebelum satu tahun berhijrah, dari rumah Ummu Hani’ di sebelah Masjidil Haram menuju masjid Baitul Maqdis.
Al-Hafiz Abdul Qasim ath-Thabrani telah meriwayatkan melalui hadis, dari Ummu Hani’ yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menginap di rumahnya saat beliau menjalani Isra-nya. Di suatu saat pada malam itu saya kehilangan beliau, perasaan inilah yang membuat saya tidak dapat tidur karena takut bila ada sebagian orang Quraisy yang mencelakakannya.
Di dalam sirah Ibnu Hisyam dikatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Saat aku tidur di kamar, Jibril mendatangiku dan menggoncangkanku dengan kakinya. Lalu aku duduk namun aku tidak melihat apa-apa, maka aku kembali tidur. Lalu Jibril mendatangiku untuk kedua kalinya, dan menggoncangkanku dengan kakinya. Lalu aku duduk, namun aku tidak melihat apa-apa, maka aku kembali tidur. Lalu Jibril mendatangiku untuk ketiga kalinya dan menggoncangkanku dengan kakinya. Lalu aku duduk dan ia memegang lenganku sehingga aku berdiri bersamanya. Lalu ia keluar ke pintu masiid, dan ternyata ada hewan berwarna putih seperti antara keledai dan bighal. Di kedua pahanya terdapat dua sayap yang mengepak bersama kedua kakinya. Ia bisa meletakkan kaki depannya sejauh matanya memandang. Lalu Jibril menaikkanku ke atasnya dan keluar. Ia tidak tertinggal dariku, dan aku pun tidak tertinggal darinya.” Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah di-isra’ dan mi’raj-kan dalam keadaan terjaga. Hadits tersebut menerangkan, awalnya Nabi tidur kemudian dibangunkan oleh malaikat Jibril ‘alaihis salam dan melakukan isra’ dan mi’raj.
Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani dalam Tafsir Marah Labid tentang tafsiran surat al-Isra’ ayat 1, beliau menyatakan: telah terbukti memalui dalil, bahwa Pencipta alam berkuasa terhadap segala hal yang mungkin, maka terjadinya gerakan yang sangat cepat sampai tak bisa digambarkan terhadap jasad Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah hal yang mungkin. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa keberadaan mi’raj merupakan perkara yang mungkin terjadi. Peristiwa tersebut merupakan mukjizat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan mukjizat adalah suatu hal yang berada di luar nalar akal manusia.
Di akhir tulisan penulis mengutip kitab tafsir al-Azhar karya Prof. Dr. H. Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (Hamka), diterangkan bahwa al-Qadhi ‘lyadh mengatakan, sebahagian besar dari pada Salaf dan kaum Muslimin berpendapat bahwa beliau Isra’ dengan tubuhnya, dan sedang sadar. Jadi bukan roh saja, dan bukan sedang tidur. Kata al-Qadhi ‘lyadh, lnilah yang benar. Dan inilah perkataan Ibnu Abbas dan Jabir bin Abdullah dan Anas bin Malik dan Umar bin Khathab dan Abu Hurairah dan Malik bin Sha’sha’ah dan Abu Habbah al-Badri (yang ikut serta dalam perang Badar) dan Abdullah bin Mas’ud, (semuanya ini adalah sahabat Rasulullah), dan adh-Dhahhak, dan Said bin Jubair dan Qatadah dan Ibrahim dan Masruq dan Mujahid dan Ikrimah dan Ibnu Juraij, (semua Tabi’in). Dan ini pun salah satu dalil dari qaul ‘Aisyah, dan ini pula pendapat ath-Thabari dan Ahmad bin Hanbal dan jamaah yang besar dari kaum Muslimin. Dan kata al-Qadhi ‘lyadh selanjutnya: Dan ini jualah perkataan kebanyakan Ulama Mutaakhirin, baik kalangan Fuqaha, ahli-ahli Hadits, ahli-ahli llmu Kalam dan ahli-ahli Tafsir.
Selasa, 1 Febuari 2023
0leh Al-Ustadz Asep Subandi