Pengertian Karakter dan Mental
Karakter (character) adalah penggambaran tingkah laku dengan menonjolkan nilai benar-salah atau baik-buruk. (Psikologi Pendidikan –Darussalam Press). Sedangkan mental itu terkait dengan akal (pikiran/rasio), jiwa, hati (qalbu), dan etika (moral) serta tingkah laku.
Satu kesatuan inilah yang membentuk mentalitas atau kepribadian (citra diri). Citra diri baik dan jelek tergantung pada mentalitas yang dibuatnya. Kondisi individu kelihatan gembira, sedih, bahkan sampai hilangnya gairah untuk hidup ini semua tergantung pada kapasitas mental dan kejiwaannya. Mereka yang tidak memiliki sistem pertahanan mental yang kuat dalam menghadapi segala problematika kehidupan atau tidak memiliki sistem pertahanan diri yang kuat untuk mengendalikan jiwanya, maka individu akan mengalami berbagai gangguan-gangguan kejiwaan, yang berpengaruh pada kondisi kepribadian yang bisa mendorong pada perilaku-perilaku pathologies. (Kartini Kartono dan Jenny Andari, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam, (Bandung : Mandar Maju, 1989), hlm. 6-7).
Karakter dan Mental, 2 hal yang akan ikut menentukan kesuksesan hidup seseorang. Seeorang dengan karakter baik dan mental baik akan kuat menghadapi sesuatu. Dengan karakter yang baik dia akan bisa menjadi kebaikan bagi lingkungannya dengan tidak mudah cengeng, putus asa. Inilah yang dibutuhkan ummat. Kita butuh muslim/muslimah yang berkarakter kuat dan baik dengan mental yang tangguh apalagi di era millennial ini dimana baik dan salah menjadi samar-samar.
Pentingnya Pendidikan Karakter dan Mental
Pendidikan karakter dan mental merupakan hal penting di Daarul Abroor. Di Daarul Abroor santri diwajibkan tinggal di asrama, membentuk sebuah komunitas/ masyarakat mini. Di sinilah santri dibentuk karakternya, di kelas diberi pelajaran akhlak, diluar mereka juga diberi praktek akhlak. Pembentukan karakter bukan sebatas materi/pelajaran, tapi juga praktek. Ustadz menjadi teladan dan santri mengikuti. Ustadz membenarkan jika ada kesalahan, kekak kelas juga ikut menasehati dan dievaluasi.
Semua kegiatan disetting untuk penumbuhan karakter, menyuburkan karakter. Dari hal terkecil seperti wajib memasukan kaos dan baju ke dalam celana/training hingga hal besar seperti larangan-larangan mencuri, berkelahi, melawan guru, dsb. Semuanya adalah bagian dari pendidikan, terkhusus pendidikan karakter. Maka di Daarul Abroor ada sebuah istilah, “apa yang kamu lihat, kamu dengar, kerjakan dan rasakan adalah pendidikan.” Santri melihat kakak kelas mengatur/membagi tugas kerja, akan dilihat oleh anggota sebagai sebuah pendidikan. Bagi kakak kelas ini adalah pendidikan kepemimpinan, bagi santri ini adalah pendidikan keikhlasan siap dipimpin. Santri mendapatkan tugas menyapu ruangan, membersihkan lantai meskipun bukan dia yang mengotorinya. Tak ada pembedaan santri kaya dan miskin, santri yang orang tuanya tokoh dan bukan tokoh. Semuanya melebur jadi satu sebagai pendidikan bagi mereka.
Santri antri dalam hampir setiap kegiatan, ini juga pendidikan karakter. Menanamkan kesabaran, menanamkan bahwa tidak semua yang mereka mau harus ada saat ini juga, semua berproses melalui antri tadi.
Pendidikan mental juga tak kalah penting, sejak masih kelas 1 santri diajarkan bermental bagus, bermental baja. Adanya ketua kelas, ketua kelompok olahraga dan kelompok lain, latihan pidato, adalah pendidikan mental yang ada di Daarul Abroor. Dalam kegiatan pramuka, pendidikan mental lebih diutamakan ketimbang penguasaan materi kepramukaan itu sendiri. Dalam ujian lisan, santri dididik untuk bermental kuat, mental yang akan membuat mereka bisa menjawab soal dengan hafalan yang telah mereka siapkan. Meskipun sudah hafal dan paham pelajaran, tapi tak punya mental bisa dipastikan akan kesusahan menghadapi ujian lisan di Daarul Abroor yang pengujinya bahkan ada berjumlah 4 orang.
Puncak pendidikan mental adalah ketika mereka telah menjadi santri kelas 5 dan 6. Disini mereka diuji mentalnya dengan menjadi pemimpin di asrama dan organisasi santri. Menjadi pemimpin dengan mental baja, tak boleh cengeng. Sebab, kesalahan santri dalam beberapa hal merupakan cerminan dari kualitas mental dan kepemimpinan mereka. Mereka (kelas 5/6) akan disalahkan jika ada anggota mereka yang melanggar disiplin. Merekapun harus bisa mengatur diri, mengatur antara kepentingan pribadi, kepentingan anggota dan kepentingan pengurus. Tak sedikit dari mereka yang bermental cengeng akhirnya gagal ketika menjadi pemimpin di asrama dan organisasi santri.
Semua kegiatan pondok seperti Khutbatu-l-‘Arsy, Panggung Gembira, Panitia Ujian, Kegiatan Pramuka Tahunan, Olimpiade Daarul Abroor, hingga dalam menghadapi Ujian AKhir yang memakan waktu 2 bulan adalah pendidikan karakter dan mental sekaligus. Bagaimana mereka harus bisa mensukseskan kegiatan tersebut dengan tanpa kesalahan, tanpa cela dalam disiplin (character building) tetapi juga tidak cengeng ketika menghadapi persoalan yang selalu ada dalam setiap kegiatan tersebut, baik persoalan intern mereka maupun persoalan ekstern (mental building). Pendidikan kebersamaan, sama susah sama senang, tak melihat siapa dan dari mana, semuanya satu tujuan untuk kesuksesan mereka bersama menempuh pendidikan di Daarul Abroor.
Inilah pendidikan karakter dan mental di Daarul Abroor, semua berjalan 24 jam sehari, 7 hari sepekan dan begitu terus dalam setiap tahun dengan selalu dalam pantauan Kiai dan ustadz ustadzah.
اللَّهُمَّ سَهِّلْ أُمُوْرَنَا وَأُمُوْرَ مَعْهَدِنَا هَذَا دَارِ اْلأَبْرَارِ مَادَامَتِ السَمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ
# Daarul Abroor, 5 Desember 2017 – Muhammad Nurul Ni’am