Kolom Ustadz

Puasa, Salah Satu Jalan Menuju Takwa

Pmda,id. Tirtaharja- Puasa secara syara’ yaitu menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa sejak terbitnya fajar sampai matahari terbenam dengan disertai niat. Dalam arti yang luas, puasa itu bukan hanya sekedar menahan makan, minum dan syahwat, karena ia mencakup pantangan terhadap semua hal yang buruk dan menghiasi diri dengan berbagai keutamaan.

Puasa mempunyai keutamaan dan pahala yang besar. Termasuk keutamaan puasa yaitu menjaga pelakunya dari adzab neraka di akhirat kelak. Dan cukuplah menjadi keutamaannya bahwa Allah memilih puasa secara khusus sebagai satu-satunya amalan yang disandarkan kepada-Nya, sebagaimana dinyatakan dalam hadits Qudsi,

يَقُوْلُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

Allah Ta’ala berfirman: Setiap amalan manusia adalah untuk dirinya sendiri, kecuali puasa, karena ia untuk-Ku dan Akulah yang akan memberikan pahalanya…..” (HR. al-Bukhari, Muslim, Ahmad dan an-Nasa’i)

Pengkhususan Puasa sebagai amal yang diperuntukkan bagi-Nya, padahal semua ibadah dilakukan manusia untuk-Nya, dikarenakan dua hal: Pertama, Puasa mencegah manusia dari syahwat nafsu secara lebih efektif daripada ibadah-ibadah lainnya. Kedua, Puasa adalah rahasia antara hamba dan Tuhan-Nya, tidak tampak kecuali karena-Nya, maka puasa menjadi khusus untuk-Nya, sedangkan ibadah-ibadah yang lain terlihat nyata sehingga kadang-kadang disusupi riya.

Puasa juga mempersiapkan jiwa agar meraih ketakwaan, sebagaimana di dalam surat al-Baqarah ayat 183 Allah berfirman,

يَآ أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.”

Di dalam kitab Tafsirnya Ibnu Katsir menjelaskan, melalui ayat ini Allah Ta’ala memberikan aturan kepada orang-orang mukmin dari kalangan umat ini dan memerintahkan kepada mereka berpuasa, yaitu menahan diri dari makan dan minum serta bersenggama dengan niat yang ikhlas karena Allah Ta’ala. Karena di dalam berpuasa terkandung hikmah membersihkan jiwa, menyucikannya serta membebaskannya dari endapan-endapan yang buruk bagi kesehatan tubuh dan akhlak-akhlak yang rendah. Allah menyebutkan, sebagaimana puasa diwajibkan atas mereka, sesungguhnya Allah pun telah mewajibkannya atas umat-umat sebelum mereka. Dengan demikian, berarti mereka mempunyai teladan dalam berpuasa, dan hal ini memberikan semangat kepada mereka dalam menunaikan kewajiban ini, yaitu dengan penunaian yang lebih sempurna dari apa yang telah ditunaikan oleh orang-orang sebelum mereka.

Adapun lafadz takwa pada ayat di atas menurut Imam al-Qurtubi di dalam kitab Tafsirnya “al-Jami’ li Ahkamil Qur’an” memaknainya dengan bertambahnya keta’atan. Karena selama seseorang berkurang jatah makannya maka akan semakin berkurang syahwatnya, dan selama berkurang syahwatnya maka akan semakin berkurang juga perbuatan maksiatnya. Ada juga berpendapat bahwa maknanya adalah agar terhindar dari perbuatan maksiat. Dan maksiat merupakan perilaku atau tindakan yang bertentangan dengan perintah Allah Ta’ala.

Dengan demikian, jika kita memelihara puasa kita dari segala hal yang membatalkan baik secara lahir maupun batin, maka ada harapan dan peluang menjadi orang yang bertakwa.  Karena ibadah puasa meredam syahwat dan melemahkan dorongan kemaksiatan. Artinya dengan puasa bisa menjadi penyebab ketakwaan.

Oleh : Al-Ustadz Asep Subandi

23 Maret 2023/1 Ramadhan 1444 H

PMDA

Official Admin website Pondok Modern Daarul Abroor. Pesantren Mu'adalah Mu'allimin pertama di Sumatera Selatan. Jenjang KMI setara MTs dan Aliyah dengan durasi Pendidikan 4 dan 6 tahun.

Informasi Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button